Minggu, 6 Mei
St. Ulrich dan Kostumnya |
Jam di bis menunjukkan pukul 08:26 dengan suhu setempat 13
derajat celcius di St.Ulrich, salah satu tempat bermain ski yang terkenal di
Sudtirol. Pagi itu ada pula iringan pemain musik tradisional lengkap dengan
kostumnya, dengan barisan tentara di belakangnya berjalan mengelilingi kota.
Acara itu diadakan untuk memperingati hari fire
brigade, kata salah seorang pemain terompet.
Gereja Paroki Epifania yang kami kunjungi terlihat sangat menarik interiornya, dengan kubah yang menjulang tinggi dan gambar rohani yang indah. Dengan udara yang dingin dan sempat gerimis, kami bernyanyi tanpa alas kaki. Rasanya menggigil pada awalnya, tapi ketika umat berdatangan, kami berdoa dan berserah untuk tugas pelayanan pada hari minggu ini.
Misa dimulai pukul 10.30, singkat saja hanya sekitar satu jam. Setelah misa selesai, sempat ditampilkan di gereja, lagu Medley Sunda. Lalu setelah itu pementasan dilanjutkan di pelataran gereja, dengan permainan angklung “Radetzky March”, lagu Medley Pasundan, Medley Flores, juga tari Saman.
Kemudian kami makan siang jam 2, di salah satu restoran dekat gereja, disponsori oleh Dewan Paroki setempat. Hari ini berlanjut ke salah satu paroki di Sarnthein, untuk tugas misa ekaristi jam 7 malam. Jam 15.45 kami sudah sampai.
Selesai misa, kami dijamu makan malam oleh romo dan dewan paroki setempat. Dalam jamuan tersebut, seperti biasa kami menyanyikan lagu “kami bersyukur” dan “today” sebagai ungkapan terima kasih dan rasa syukur kami. Romo Tus juga menyampaikan kepada Romo paroki setempat bahwa beberapa tahun berikutnya MP perlu diundang kembali untuk melanjutkan misi budaya. (Asikkk)
Jam 22.30 kami pulang melewati 21 terowongan yang sama seperti keberangkatan paginya. Terowongan itu terletak dibawah kaki pegunungan, dengan kondisi jalannya yang tidak cukup luas untuk dua mobil. Pater Tus mengajak kami untuk menghitung jumlah terowongan tersebut, dan di akhir terowongan nanti mengajak pak Putut untuk berdoa syukur untuk hari ini. (/anb)