Minggu, 06 Mei 2012

Dari Ulrich ke Sarnthein


Minggu, 6 Mei

St. Ulrich dan Kostumnya
Jam di bis menunjukkan pukul 08:26 dengan suhu setempat 13 derajat celcius di St.Ulrich, salah satu tempat bermain ski yang terkenal di Sudtirol. Pagi itu ada pula iringan pemain musik tradisional lengkap dengan kostumnya, dengan barisan tentara di belakangnya berjalan mengelilingi kota. Acara itu diadakan untuk memperingati hari fire brigade, kata salah seorang pemain terompet.


Gereja Paroki Epifania yang kami kunjungi terlihat sangat menarik interiornya, dengan kubah yang menjulang tinggi dan gambar rohani yang indah. Dengan udara yang dingin dan sempat gerimis, kami bernyanyi tanpa alas kaki. Rasanya menggigil pada awalnya, tapi ketika umat berdatangan, kami berdoa dan berserah untuk tugas pelayanan pada hari minggu ini.


Misa dimulai pukul 10.30, singkat saja hanya sekitar satu jam. Setelah misa selesai, sempat ditampilkan di gereja, lagu Medley Sunda. Lalu setelah itu pementasan dilanjutkan di pelataran gereja, dengan permainan angklung “Radetzky March”, lagu Medley Pasundan, Medley Flores, juga tari Saman.


Kemudian kami makan siang jam 2, di salah satu restoran dekat gereja, disponsori oleh Dewan Paroki setempat. Hari ini berlanjut ke salah satu paroki di Sarnthein, untuk tugas misa ekaristi jam 7 malam. Jam 15.45 kami sudah sampai.


Selesai misa, kami dijamu makan malam oleh romo dan dewan paroki setempat. Dalam jamuan tersebut, seperti biasa kami menyanyikan lagu “kami bersyukur” dan “today” sebagai ungkapan terima kasih dan rasa syukur kami. Romo Tus juga menyampaikan kepada Romo paroki setempat bahwa beberapa tahun berikutnya MP perlu diundang kembali untuk melanjutkan misi budaya. (Asikkk)


Jam 22.30 kami pulang melewati 21 terowongan yang sama seperti keberangkatan paginya. Terowongan itu terletak dibawah kaki pegunungan, dengan kondisi jalannya yang tidak cukup luas untuk dua mobil. Pater Tus mengajak kami untuk menghitung jumlah terowongan tersebut, dan di akhir terowongan nanti mengajak pak Putut untuk berdoa syukur untuk hari ini. (/anb)

Sabtu, 05 Mei 2012

Say Yes to Oies

Sabtu, 5 Mei

Oies. Itulah tujuan kami hari ini. Rintik hujan turun mewarnai pagi nan kelabu di wisma Bolzano. Udara sejuk pagi terasa cocok berteman dengan sarapan pagi mie goreng hangat racikan tim dapur.

Para kaum adam diutus untuk pergi terlebih dahulu ke Wisma Don Bosco, tempat pertunjukan kemarin malam, untuk mengemasi peralatan untuk dibawa ke Oies. Sekitar pukul setengah sepuluh pagi barulah kaum hawa turun bukit menuju halte bus terdekat, menunggu jemputan bus yang sudah berisi para lelaki dan peralatan. Oies, here we come! 

Museum Ladin dengan Teknologi Informasi Lewat Earphone
Bus yang dikendarai oleh sopir bernama Daniele bertolak langsung ke arah Timur Laut kota Bolzano. Kami menengok sejarah kaum asli Tirol Selatan (Sudtirol) di Museum Ladin. Walaupun berada di atas bukit, jauh dari modernisasi perkotaan, kami cukup terkesima dengan teknologi yang dipertunjukkan museum ini.

Selesai mencukupi wawasan dengan pengetahuan baru, kami mencukupi rongga perut kami yang mulai kosong di kafetaria museum. Menu makan siang kering kentang, perkedel, dan sayur orek sudah ditempatkan di omprengan masing-masing, yang sudah dipersiapkan dari pagi hari. Kami pun sempat menampilkan dua lagu setelah makan siang untuk para pengelola museum.

Rumah Santo Freinademetz
Tujuan kedua kami adalah rumah Santo Giuseppe Freinademetz yang terletak tak jauh dari museum. Kawasan tempat tinggal santo yang pernah berkarya di Cina ini diisi pula oleh beberapa bangunan, seperti gedung gereja, kapel, dan taman doa yang asri oleh warna-warni bunga.

Kami sempat melambungkan sebuah lagu di dalam gereja, juga di dalam kapel. Sungguh pemandangan yang menajubkan karena kami juga dapat melihat pegungungan Alpen, pedesaan di perbukitan, serta hamparan bukit hijau membentang serasa ingin berdendang seperti Maria pada film The Sound of Music. Wilayah ini memang dahulu merupakan bagian Austria sebelum diserahkan ke Italia usai Perang Dunia Kedua.
Pater Tus, Daniele, Pa Putut, Pater Herman, Pa Ludwig di Oies

Malam hari tiba walaupun sang mentari belum juga meninggalkan tahtanya. Misa inkulturasi pertama kami laksanakan di Gereja St. Leonhard In Gadertal. Kami yang belum genap seminggu berada di Eropa masih mengalami weather-leg. Udara dingin bercampur angin seolah-olah menjadi tantangan awal kami.

Misa dibawakan dalam tiga bahasa: Jerman, Italia, dan Ladin, sedangkan saat doa umat terucap pula doa bahasa Indonesia oleh saudari Ika (aka Tasya). Penampilan setelah misa meliputi Medley Pasundan, Medley Flores, Diru Nina, dan seperti biasa ditutup oleh Radetzky March. Walaupun suara angklung kurang melengkung, serta beberapa alat musik lain kurang nge-tune, penampilan kami tetap mendapat sambutan meriah oleh umat. (/nat)


Kamis, 03 Mei 2012

Sampai Jumpa Roma, Selamat Datang Bolzano


Kamis,  3 Mei

Singkat waktu kami berkarya di ibukota Italia. Hari ini kami harus berangkat dengan bus berkapasitas 57 orang menuju Bolzano yang kabarnya membutuhkan sembilan jam perjalanan.
Perpisahan dengan KBRI Vatikan di Roma

Untuk mengisi waktu, bergantian kami memberikan kesan-kesan tentang pengalaman kami bersama Mia Patria. Rasa syukur, haru, dan tawa berbaur siang itu. Di sini lah rasa cinta antara Mega dan Ine mulai tumbuh, juga Andre dengan “dasi”nya. (Dasi dasi apa yang bikin sehat dan gembira? Silahkan dijawab sendiri) 

Ada dua perhentian, juga dua sopir, sepanjang perjalanan kami. Perhentian pertama selama dua puluh menit, kami sempat tertipu dengan tulisan “gratis wifi”. Banyak yang mulai bersorak gembira, namun ternyata kami harus menggunakan nomor Italia untuk terhubung. 

Sejenak kami berhenti lagi untuk makan siang dengan perbekalan yang telah disiapkan oleh mbak Ika dan mbak Dita di sebuah pom bensin. Makanan dari jamuan malam sebelumnya masih cukup enak untuk mengenyangkan perut kami, berupa ikan teri medan, semur ayam kuning, sayur salad dan kerupuk, ditemani pisang dan beberapa botol air mineral yang biasa disiapkan oleh KBRI. Ahh.. betapa sungguh kami merasakan dikasihi oleh Negara Indonesia, tanah air kami, melalui kedutaan besarnya di Negara yang kami singgahi.

Makin terasa perjalanan semakin mendekatkan kami satu sama lain. Terutama dengan makan satu kotak untuk dua atau tiga orang. Pak Putut dengan murah hati pun masih menawarkan makanan berupa Panini (roti isi potongan daging ham) dan pizza yang dibelikan oleh tim konsumsi bagi mereka yang masih belum kenyang. Kemurahan Tuhan senantiasa kami rasakan dalam perjalanan panjang di darat ini, dimana kami selalu tercukupi kebutuhan pangan dan khawatir kelaparan. “Days ahead will always be, result of what we’re doing now….”
Perhentian Pertama, Yeehaaaa....

Jam empat sore kami berangkat lagi menuju Bolzano. Selama perjalanan, untuk mengusir rasa bosan, kami bernyanyi “You and I”, “Today”, “Kami Bersyukur”, dengan iringan gitar dari Bobby. 

Kemudian Pak Putut membagi grup kami ke dalam 10 kamar, dengan variasi satu kamar untuk lima orang dan tiga orang, sesuai kapasitas kamar yang tersedia disana.

Sore itu kami pun tiba  di biara SVD, tempat kami akan tinggal, disambut oleh pater Tus dari Flores dan pater Dialfonso dari Angola. Setelah menaruh barang di kamar kami masing-masing, kami makan malam bersama di ruang makan yang terang dan bersih. Menu saat itu berupa bistik daging, dengan minuman jeruk dan buah peach. Setelahnya disiapkan jadwal piket untuk menata meja dan cuci piring untuk makan-makan selanjutnya di Jugendzentrum (wisma SVD). 

Jam 10 malam, usai kami istirahat sejenak, kami berkumpul lagi di ruang makan untuk pengenalan tiap anggota MP dengan pater Tus. Juga dengan pater Herman dan Bapak Ludwig. Mereka adalah orang-orang yang berbaik hati memberikan kami kesempatan berkarya di kota bilingual (bahasa Jerman dan Italia) itu. (/anb)

Rabu, 02 Mei 2012

Promosi Budaya Lewat Gereja dan Negara

Rabu, 2 Mei

"Paus itu pemimpin dari pemimpin-pemimpin negara," ujar Bobby saat tiga puluh dua Warga Negara Indonesia berseragam Bali memenuhi halaman Basilika St.Peter. Kuatnya pengaruh Paus juga diakui oleh Pak Boni yang sempat menyatakan pentingnya membina hubungan dengan Vatikan karena kedekatan historial sejak jaman Soekarno.

Pagi itu terik matahari menyengat. Penuh sesak ribuan manusia dari seluruh penjuru bumi di bangunan utama negara terkecil di dunia itu. Rasa tidak percaya bisa beraudiensi dengan Bapak Paus dialami setiap anggota. Bersama dua grup musik lainnya yang berasal dari Polandia, Mia Patria ditempatkan di baris depan, terpisah dari masyarakat umum lainnya.

Sebelum iring-iringan masuk Bapak Paus, ketiga grup musik ini tampil bergantian. Kami mempersembahkan Medley Floresiana dan Medley Pasundan yang disambut meriah oleh kumpulan. Dengan mobil atap terbuka berwarna putih, Paus Benediktus masuk arena dengan kawalan berseragam hitam yang sambil mendorong kendaraan pemimpin umat Katolik seluruh dunia itu.

Bacaan kitab suci dikumandangkan bergantian dalam delapan bahasa, mewakili kelompok yang hadir pada audiensi Rabu itu. Indonesia dikategorikan pada kelompok berbahasa Inggris. Ketika nama Mia Patria dari Indonesia disebut, dengan sigap kami berdiri menyanyikan lagu baru bernuansa Flores "Kami Bersyukur" secara accapela. Audiensi berakhir sampai kira-kira pertengahan hari, kami pun kembali mengumandangkan Sigulempong sembari menghantar Bapak Paus keluar arena.

Apresiasi tinggi dari hadirin tak henti-hentinya disampaikan pada kami. Bapak Paus pun sangat menyukai penampilan kami, seperti yang sempat diungkapkannya dalam forum super besar itu. Inilah karya kami, membawa budaya bangsa ke mata dunia.

Indonesia di Pelataran Basilika
Tidak hanya masyarakat umum di Basilika, para Corps Diplomatic dari berbagai bangsa juga berkesempatan menikmati ragamnya budaya Indonesia lewat penampilan Mia Patria di KBRI sore harinya. Walaupun keletihan merasuk raga setiap anggota, senyum dan keramahan khas Indonesia menjadi andalan kami dalam pementasan "The Culture of Harmony". 

Penampilan Bhineka Perdana di KBRI
Rangkaian acara dibuka oleh Duta Besar Indonesia untuk Vatikan, Bapak Budiarman Bahar, langsung dilanjutkan penampilan lagu dan koreografi Sigulempong, Keroncong Kemayoran, Medley Kalimantan, Medley Pasundan, Sio Mama, dan Medley Floresiana. Waktu istirahat yang tidak banyak, hanya sekitar tujuh menit, diisi oleh kata pengantar Bapak Linus Putut Pudyantoro, sementara kami merakit sebuah kapal pecah di belakang panggung (baca: ganti baju express).

Paruh dua diisi oleh tari-tarian. Dimulai dengan Tat Wam Asih Bali, Rantak Padang, Saman Aceh, dan Diru Nina Papua. Penampilan Mia Patria ditutup oleh pertunjukan angklung Radetzky March.

Secara keseluruhan penampilan perdana kami di Eropa ini tidaklah buruk. Ada beberapa komentar yang menyatakan penampilan kali ini lebih variatif daripada tur 2010. Bapak Dubes juga merasa puas dengan apa yang sudah dipersembahkan atas nama Indoneia untuk dunia ini. Beberapa audiens pun sempat minta diajari bermain angklung atau menari. Bapak Putut sendiri memberikan apresiasi untuk penampilan Tari Rantak yang memang sampai pada siangnya dianggap kurang matang. Semoga ini bisa menjadi motivasi bagi rantakers, dan juga setiap anggota untuk selalu mempersembahkan yang terbaik dalam setiap kesempatan walaupun kondisi fisik terkadang kurang prima.
Duta Budaya Indonesia di KBRI Vatikan

Mia Patria mungkin bukan sebuah komunitas seni professional. Namun kebersamaan dan niat tulus kami mengharumkan nama bangsa membawa kami pada kesuksesan hari itu. Baik di depan ribuan jemaat di Basilika St.Peter, maupun puluhan tamu KBRI yang berasal dari berbagai bangsa. (/nat)

Selasa, 01 Mei 2012

Keliling Kota Suci


Selasa, 1 Mei

Jam 8 pagi dengan menu nasi goreng hangat yang disediakan pihak KBRI kami mengisi perut. Nyam nyam nyam. Selain sarapan, aktifitas pagi itu juga diisi kegiatan konveksi, menjahit emblem pada jaket dan tas. Kegiatan ini tidak memandang gender, laki-laki pun turut melakukannya dengan suka cita.
Kamar Tidur pun Berubah jadi Konveksi
Setelah penuh dengan santapan jasmani, kami semua bergegas masuk ke bis yang  yang akan membawa kami ke Vatikan. Berangkat jam 9 WR (waktu Roma) dan setelah jalan 30 menit tahu-tahu berhenti. What happened? 
Safety First ;)

Ternyata bisnya mogok karena olinya abis. Sopir bis harus menghubungi pihak bengkel dan kami harus menunggu montir kasih mimik oli ke bis kayak dedek mimik susu. Satu jam menunggu dan kami pun on the way ke Vatikan. 

Selama di perjalanan mata dimanjakan pemandangan gedung-gedung tua terutama reruntuhan jaman kejayaan bangsa Romawi leluhur bangsa Italia. Mulai dari reruntuhan istana, pemandian, akuaduk, gerbang, dll. Hmm itu yang mesti ditiru bangsa Indonesia: menjaga dan melestarikan warisan nenek moyang sebelum diklaim bangsa lain. 

Obyek pertama adalah Koloseum (It. Coloseo). Bekas stadion untuk pertarungan hidup-mati para gladiator ini masih terlihat megah sekalipun sudah berusia lebih 2000 tahun. Kami segera berfoto-foto ria dan membuat foto bersama. Sudah asik foto rame-rame tiba-tiba Kak Wiwin baru memunculkan diri. Tampaknya dia habis sibuk menjawab panggilan alam. Kami pun mengulang kembali foto bersama.
 
Tiba waktunya makan siang. Kami dibawa oleh Claudio ke Burger King dekat kompleks Vatikan. Surprised! Claudio memesankan hamburger dengan porsi jumbo. Baru kali ini melihat anggota MP bersusah payah untuk menghabiskan makanan, bukan untuk memperoleh makanan. 

Dari Burger King berjalan di bawah rintik-rintik hujan menuju pintu gerbang Vatikan melewati deretan toko souvenir. Akhirnya sampailah kami ke pusat peziarahan umat Katholik selain Yerusalem. Barisan panjang manusia mengular di lapangan luas bernama Piazza di San Pietro. 
Menembus Hujan dan Dingin, Foto-foto pun Harus Tetap Berjalan
Lapangan ini diapit dua bangunan bertiang megah seolah-olah hendak merengkuh umat. Kami harus cepat-cepat membentuk barisan antrian sebelum keduluan rombongan lain. Sambil berjalan tak lupa kami berfoto-foto ria dengan latar belakang basilika Santo Petrus, bahkan sampai keluar barisan. Ini yang bikin tour guide turis-turis sepuh dari Cina di belakang gusar dan komplain ke Pak Putut sebagai pemimpin rombongan. Sirik ya Cik bawa simbah-simbah? Bawa balita aja lain kali weks. 

Akhirnya kami serombongan masuk ke 'rumah Tuhan' di Roma. Betapa besar jerih payah arsitek dan seniman mengorbankan jiwa dan raga untuk mewujudkan rumah Tuhan. Bukan, bukan kemegahan bangunan ini yang membuat takjub, tapi betapa manusia bersedia berkorban mempersembahkan yang terbaik yang bisa diberikan kepada Tuhan dalam wujud karya seni bercita rasa tinggi. 

Kami mendapat kesempatan berdoa di kapel-kapel yang tersedia di dalam basilika, termasuk Sanctissima yang kabarnya banyak doa terkabulkan jika dipanjatkan di sana. Jam 4 usailah sudah acara jalan-jalan. Karena bis mogok tadi, kunjungan ke Fontana di Trevi harus dibatalkan. Sayang sekali tapi semoga kami bisa kembali lagi di masa mendatang (amin amin). (/and)

Senin, 30 April 2012

Halo Eropa!

Minggu - Senin, 29 - 30 April

Beberapa orangtua anggota masih menunggu hingga keberangkatan dengan bus besar dari markas Mia Patria di Rawamangun. Kardus perlengkapan telah selesai dipacking oleh tim perlengkapan. Sesuai jadwal yang ditentukan, jam sembilan hampir seluruh anggota yang akan berangkat dalam misi budaya (30 orang) telah berkumpul. Tim perlengkapan (Budi, Anton, Malvin, Pice, dan rekan) terlihat masih menyelesaikan beberapa kotak alat dan telah memasukannya ke dalam truk besar, dengan dukungan dari salah satu anggotanya (Kelvin) bersama karyawan restoran Sari Bundo.

Doa Keberangkatan
Setelah berdoa bersama yang dipimpin oleh Dian, dalam kebersamaan, menyanyikan lagu “no pain no gain” dan “limpahkanlah” dengan bergandengan tangan bersama orangtua dan kakak, diiringi dentingan piano oleh Uchie, melambungkan rasa syukur dan pengharapan agar perjalanan misi budaya ini akan berlangsung dengan baik.


Kemudian kami bersiap untuk berangkat menuju bandara, diikuti satu truk berisi perlengkapan. Sekitar jam duabelas siang, kami tiba di bandara Soekarno Hatta, terminal 2D. Sementara menunggu dibukanya loket cek in Qatar airline jam dua siang, dengan pesawat Qatar airways QR673 pada 17.40 menuju Doha, kami juga diantar oleh beberapa anggota MP (Nana, Talia, Lanny, om Wakijo dan Patty) dan orangtua dari Malvin, Ika&Uchie, sambil menikmati konsumsi yang telah disediakan oleh mbak Ika dan mbak Dita.

Di dekat lokasi beberapa ATM di terminal 2D, beberapa anggota bergantian makan siang sambil bercengkrama, sementara didepan loket cek in Qatar, om Broto dan mas Andre bersiap-siap untuk mengurus tas bagasi dan kardus perlengkapan yang berisikan asesoris dan makanan khas Indonesia, serta perlengkapan musik yang akan digunakan selama perjalanan misi budaya berlangsung.

Kesibukan terjadi pada saat penimbangan kardus perlengkapan, setelah penghitungan tas bagasi yang berselimutkan kain orange selesai. Selain dari sisi berat masing-masing boks dengan kapasitas yang diijinkan 32 kg memerlukan pengurangan lagi dengan membongkar beberapa kotak yang berkapasitas berlebihan, yaitu dengan mengurangi stand partitur sebanyak 8 buah, busa tempat duduk dan stand gitar.

Setelah perlengkapan selesai, kami bersiap masuk keruangan boarding area dan berangkat sesuai jadwal.
Beberapa Kerabat Mengantar Kami dari Sari Bundo

Puji Tuhan kami tiba dengan selamat di Doha airport pada pukul 22.30 PM waktu setempat, dengan perbedaan waktu lima jam waktu Indonesia. Sekitar tiga jam kami menunggu, waktu itu kami gunakan untuk update status (tentang tanah asing pertama yang kami pijakkan pada perjalanan ini), sedikit belanja, sekedar duduk-duduk istirahat, dan berlatih lagu baru.

Kami bersiap berangkat lagi menuju Roma, QR81 pada jam 02.05. Kembali kami panjatkan syukur saat menjejakkan kaki di bandara Fiumicio, Roma. Rombongan dijemput oleh pak Boni dari Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk takhta suci Vatican, setelah kami melalui loket imigrasi. Terlihat box perlengkapan telah siap untuk dibawa, sementara beberapa koper masih menunggu untuk diambil dari bagasi pesawat.

Disambut Langsung Dubes RI untuk Vatikan
Udara dingin sejuk menghembus kulit Indonesia kami, saat pertama kalinya keluar dari pintu bandara, menuju bis yang telah disiapkan oleh KBRI. Sambutan hangat kami terima dari tim KBRI yang dipimpin oleh Bapak Budiharman. Anggota baru kemudian diperkenalkan pada Ibu Lusi, Ibu May, Bapak Iman, Claudio, Marco, dll. Rumah pertama kami di KBRI membuat kami masih seperti di Indonesia.

Udara sejuk layak Puncak terbalut keramahan saudara-saudari sebangsa di tanah orang merupakan cara yahud untuk beradaptasi. Halo Eropa! Tak sabar kami menorehkan kisah hidup kami di sini. (/anb)

Jumat, 20 April 2012

Misa Inkulturasi Terakhir (sebelum Eropa)

Rindu mengikuti misa inkulturasi? Belum sempat bertatap muka dengan Mia Patria?


Kami akan melayani misa budaya terakhir sebelum keberangkatan tanggal 29 April nanti di Paroki St. Ignatius (Jalan Malang 22, Jakarta Pusat) pekan ini.

Jadwal misa sebagai berikut:
Sabtu, 21 April 2012 pukul 17.30
Minggu, 22 April 2012 pukul 06.30, 08.30, 17.30, 20.00*
*misa silentium, tidak ada lagu tetapi kami tetap akan menyanyi seusai misa

Sampai jumpa!